Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Peningkatan SDM


Keberadaan Pokjahulu merupakan amanah dari Peraturan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor: 20 tahun 2005 dan Nomor 14 A Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya, pasal 22 ayat 2 butir g yang berbunyi sebagai berikut:
“(2) Untuk meningkatkan kemampuan Penghulu secara profesional sesuai kompetensi jabatan, Departemen Agama selaku Instansi Pembina, antara lain melakukan: ... g. Fasilitasi pembentukan organisasi profesi; ...”.

1. Juknis
Dan menemukan bentuknya sebagaimana dikenal sekarang melalui Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. DJ.II/426/ Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas dan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Penghulu. Sebagai sebuah organisasi yang menjadi wadah bagi PNS yang berprofesi penghulu, Pokjahulu memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
  1. Mengkoordinasikan penyusunan dan pengembangan instrumen bukti fisik dan perangkat untuk kelancaran pelaksanaan tugas/kegiatan jabatan fungsional Penghulu;
  2. Mendinamisir dan mengembangkan profesionalisme pelaksanaan tugas Penghulu di lingkungannya;
  3. Membantu pelaksanaan tugas tim penilai angka kredit jabatan fungsional Penghulu;
  4. Mendorong prestasi kerja dan membangun semangat kebersamaan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan tugas menuju terwujudnya prinsip-prinsip pelayanan prima di bidang kepenghuluan.
Keempat tugas dan fungsi di atas merupakan khittoh (garis perjuangan) Pokjahulu yang dijamin perundang-undangan.

2. SDM yang Tangguh
Pokjahulu perlu memiliki: pengurus yang tangguh dalam memperjuangkan aspirasi kebutuhan para penghulu; dan juga anggota yang tangguh dalam mendorong terlaksananya program-program kerja organisasi. Kolaborasi positif antara pengurus dan anggota Pokjahulu diyakini akan menjadi genderang syi’ar yang luar biasa bagus bagi Kantor Urusan Agama (KUA) khususnya, dan umumnya Kementerian Agama (Kemenag). Karena penghulu itu ibarat etalase KUA. Dan KUA itu bagaikan etalase Kemenag. Jadi, baik-buruknya citra Kemenag -antara lain- bergantung pada baik-buruknya citra KUA. Baik-buruknya citra KUA -antara lain- bergantung pada baik-buruknya citra penghulu. Dan tidak berlebihan kiranya, kalau ada yang berpendapat, baik-buruknya citra penghulu -antara lain- bergantung pada ... baik-buruknya kinerja Pokjahulu !!!

3. Manajemen Organisasi yang Kokoh
Secara sederhana, manajemen ini adalah soal mengatur: siapa yang bertugas apa, bagaimana proses pelaksanaannya, seperti apa hasilnya, dan mengapa seperti itu. Sekalipun tampak sederhana, tapi dalam pengamalannya tidak semudah membalikkan tangan. Karena aktor-aktornya bukan robot yang cenderung mekanis, melainkan manusia yang memiliki perasaan, pikiran, keinginan, dan kepentingan yang berbeda-beda. Di sinilah kualitas kepemimpinan (leadership) seorang pemimpin (leader) diuji. Hanya pemimpin yang mampu melakukan harmonisasi aneka ragam perasaan, pikiran, keinginan, dan kepentingan manusia-manusia dalam organisasi tersebut yang akan banyak berhasil.

4. Komunikasi yang Baik
Sebagaimana diketahui, komunikasi yang baik itu bukan sekadar bicara, melainkan bicara yang mengandung makna (baca: manfaat). Jalinan komunikasi yang baik antara: sesama pengurus Pokjahulu; pengurus dengan anggota Pokjahulu; Pokjahulu dengan Kementerian Agama selaku Instansi Pembina; Pokjahulu dengan lembaga-lembaga lintas sektoral; dan Pokjahulu dengan kalangan pers, diyakini bisa membuka sekat-sekat kecurigaan yang tidak perlu ada. Dan pada gilirannya kemudian bisa menimbulkan kesepahaman yang membawa kemaslahatan bersama.

Tapi, jika kita sepakat memproyeksikan Pokjahulu sebagai “batu loncatan”, hanya satu yang perlu dilakukan: abaikan saja semua paparan di atas! Semua itu sama sekali tidak diperlukan. Toh, yang penting organisasinya ada. Asal-asalan pun tidak mengapa. Karena keberadaan Pokjahulu hanya dijadikan sebagai simbol prestise pelengkap jabatan penghulu belaka. Pada akhirnya, setelah prestise itu didapat kita pun akan segera meloncat ke banyak “batu-batu” lain.

Kalau ada penghulu yang memproyeksikan Pokjahulu sebagai “batu loncatan”, semoga ia segera menyadari kekeliruannya dan kembali ke khittoh Pokjahulu. Dengan menjadikan Pokjahulu sebagai “batu pijakan” tidak berarti sepanjang karir harus dihabiskan dalam jabatan penghulu. Tentu, bukan demikian. Poinnya adalah: kita harus menjadikan Pokjahulu sebagai arena untuk kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. Berbuat sesuatu yang bermanfaat tanpa dirasuki kepentingan sesaat. Yakin, Allah tidak pernah tidur. Dialah yang akan “melihat” amal kita. Sebagai penutup, petikan ayat 105 Q.S. At-Taubah berikut sangat layak dijadikan inspirasi,

“ Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mu’min, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui hal gaib dan nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan’ "